PARUNG,–Sebuah gudang milik PT.Binangkit yang berlokasi di Desa Iwul, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor di laporkan Kepolisi Polres Bogor oleh dua suku Amume dan suku Kamoro dari Papua yang diduga menyimpan besi hibah dari eks Freeport untuk suku Papua yang telah dicuri dan digelapkan.
Pasalnya dari hasil laporan yang telah di tempuh dua suku dari Papua hingga kini belum juga mendapatkan hasil yang di harapkan, sehingga Yeremias Kabarubun dan Damianus Amiyuta yang mewakili datang langsung dari Papua kelokasi didepan pintu gerbang gudang PT.Binangkit yang diduga menyimpan besi hibah dari PT.Freeport. Kamis,(28/11/2024).
"Saya Yeremias Kabarubun dan Damianus Amiyuta datang dari Papua, dari Provinsi Papua Tengah, Kabupaten Mimika, di Kabupaten Mimika ada lokasi freeport, yang menambang di wilayah kami, kami dari kedua suku besar yaitu, Suku Amume dan suku Kamoro" Ujarnya kepada wartawan.
Lanjut dia, "Sehingga ada barang kami yang hilang yaitu besi eks Freeport yang dihibahkan kedua suku. Dan saat ini kami berdiri di depan ini dari suku Kamoro. Dari lembaga adat suku kamoro yaitu. Lembaga Musyawarah adat suku kamoro (Lemasko)", Terangnya Yeremias dengan sapaan Aris kepada wartawan.
Yeremias juga meminta dengan segera kepada aparat kepolisian menuntut keadilan yang mana ditudingnya perusahaan Binangkit menyimpan besi hibah Exs Freeport di wilayah Parung-Bogor.
"Kami datang kesini untuk menuntut keadilan, kami menuntut keadilan tolong disimak baik-baik. Kami menduga ada barang yang disimpan disini dan ini ada. Dan kami membuat LP pada tanggal 17 Oktober 2024", jelasnya.
Dan disayangkan tanggapan dari pihak Polres Bogor belum ada, dan sampai saat ini belum ada mediasi. Dan pemilik Gudang ini adalah PT. Binangkit dan pemilik namanya ibu Endang Triyanti atau biasa disebut ibu Yanti.
"Sampai saat ini belum pernah ada pertemuan dengan pemilik gedung ini.Ibu yanti sebagai Direktur di PT. Binangkit juga sebagai pemilik lahan disini. Jadi kedatangan kami sini kami katakan lagi kami menduga ada barang kami di dalam ini, maka dari itu kami ingin melihat dan memastikan", kata dua suku dari Papua kepada wartawan.
Ketika ingin melihat dan memastikan ternyata, kami tidak diizinkan sama sekali, dan pada saat itu pihak Polsek hadir dan ada bapak kapolseknya. Dan saat ini kami membawa dokumen pada saat itu, dokumen kepemilikan terkait hibah freeport yang diberikan kepada kami ke dua suku Amume dan Kamoro pada tahun 2007.Jelasnya
Sambung masih kata dia, Damianus mengatakan kami juga membawa manivest dan pakingles, dan persoalan tersebut pernah dilaporkan ke Mabes Polri.
"Mabes Polri sudah menyelesaikan artinya maksud dan tujuan sudah ada perdamaian dan kepemilikan. Kepemilikan kepada lembaga adat. Ini surat dading nya dan ini surat akta perdamaian", paparnya.
Lanjut menurut dia, "Itu semua saya urus langsung ke mabes polri, mabes sudah menunggu hanya kembali lapor ke Polres Bogor. Makanya kami sudah lapor dengan polres supaya polres bisa mediasi", ucapnya.
"Dan ternyata tidak bisa , dan itu sudah 3 kali pertemuan, bahkan mereka meminta pihak saya untuk BAP minta dukungan, tapi oleh saya tidak kasih minta di Mabes. Jelas saya tidak bisa kasih keluar dokumen karena, mabes sudah berpesan dokumen tidak di copy atau dikasih kepada orang",bebernya.
"Kami datang kesini untuk memastikan barang eks freeport yang dihibahkan kepada kami ada di gudang ini, karena dalam LP ini itu menjelaskan bahwa barang hibah itu, bahkan pada tahun 2009 sudah saya lakukan. Yang didalamnya ada oknum management freeport 6 orang, hanya disini dari Polda Metro Jaya bilang bahwa bisa ambil", harapnya.
"Saya bilang kepastian gimana, saat itu saya sebagai pelapor. Dan di Lemasko dengan SK Bupati sendiri saya sebagai Sekretaris Eksekutif lembaga adat",jelasnya.
"Dan sebenarnya masalah ini sudah lama karena disini hibah itu hanya 15 ribu jadikan tameng untuk pencurian dan penggelapan",tudingnya Damianus.
"ini barang pencurian dan penggelapan dan bisa dibuktikan, kalau tidak ada barang kami, kami mundur tetapi kalau ada kami angkat. Dan saat ini kami hanya ingin meninjau dan melihat untuk memastikan", pintanya.
"Jadi intinya kami disuruh buat LP pada saat itu yang datang adalah Kapolsek bersama staf Polsek Parung, kami diminta buat LP pada tanggal 17 Oktober malam. Setelah kami membuat LP dan kurang lebih 1 bulan, sampai saat ini pihak Polres dan pihak Polsek tidak memfasilitasi kami", terangnya.
"Untuk melihat barang tersebut, dengan alasan karena pada saat kami melapor kami mau melihat. Tapi harus ada izin dari pemilik. Padahal saat kita melapor ke pihak kepolisian, harusnya pihak Polres dan Polsek memfasilitasi untuk melihat barang tersebut", tukasnya
(Red)
Social Header